Muntah Dengan Sengaja, Keluarnya Darah Haid Dan Nifas
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN DAN MERUSAK PUASA
Pembahasan 6
MUNTAH DENGAN SENGAJA
Yang dimaksud di sini adalah mengeluarkan apa yang ada di dalam perut dengan sengaja, baik berupa makanan atau minuman melalui mulut.
Puasa bisa batal disebabkan oleh muntah yang dilakukan dengan sengaja, baik itu melalui perbuatan seperti menekan perut atau dengan cara mencium sesuatu yang tidak sedap agar muntah, atau dengan melihat sesuatu yang menjijikkan agar bisa muntah. Karena hal tersebut, maka dia harus mengqadha’ puasanya pada hari itu. Tetapi jika muntah itu keluar dengan sendirinya tanpa disengaja, maka hal itu tidak berpengaruh pada puasanya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan: “…Dengan cara bagaimana pun muntah itu dikeluarkan maka tindakan itu telah membatalkan puasanya, baik itu dilakukan dengan cara memasukkan jari ke dalam tenggorokan atau dengan mencium segala sesuatu yang dapat membuatnya muntah, atau dengan cara meletakkan tangan di bawah perutnya dan berusaha mengeluarkan muntahan. Semuanya itu merupakan cara mengeluarkan muntahan…”[1]
Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan: “…Adapun mengenai muntah, Jumhur Ulama telah membedakan antara orang yang muntah dengan tidak disengaja yang hal ini tidak membatalkan puasanya, dengan orang yang sengaja mengeluarkan muntahan dan hal ini jelas membatalkan puasa. Ibnul Mundzir telah menukil ijma’ tentang batalnya puasa disebabkan muntah dengan sengaja …”[2]
Pembahasan 7
KELUARNYA DARAH HAIDH DAN NIFAS
Jika seorang wanita mengeluarkan darah haidh atau nifas, maka puasanya menjadi batal, baik dia mengetahui hal tersebut di awal pagi maupun di akhir waktu puasa. Hal tersebut ditunjuk-kan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu, dia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“…أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ فَذَلِكَ نُقْصَانُ دِيْنِهَا …”
‘…Bukankah jika dia haidh, dia tidak dapat mengerjakan shalat dan tidak juga berpuasa? Yang demikian itu merupa-kan bentuk kekurangan agamanya….’”[3]
Dan juga hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah Radhiyallahu anha, yang di dalamnya disebutkan:
“…كُنَّا نَحِيْضُ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ …”
“…Kami pernah mengalami haidh pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat…”[4]
[Disalin dari buku “Meraih Puasa Sempurna”, Diterjemahkan dari kitab “Ash-Shiyaam, Ahkaam wa Aa-daab”, karya Dr. ‘Abdullah bin Muhammad bin Ahmad ath-Thayyar, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir].
_____
Footnote
[1] Ibid, (XXV/257).
[2] Fat-hul Baari (IV/174).
[3] Diriwayatkan oleh al-Bukhari. Shahiih al-Bukhari (III/31).
[4] Diriwayatkan oleh al-Bukhari. Shahiih al-Bukhari dengan syarahnya Fat-hul Baari (I/420). Lihat kitab Mawaahibul Jaliil (II/433) dan al-Muhallaa (VI/472).
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/15304-muntah-dengan-sengaja-keluarnya-darah-haid-dan-nifas.html